Agriindustri Hilir disebut sebagai added value generator. Mengapa?*
Di dalam tulisan tentang agribisnis sebagai aistem,
telah dikemukakan bahwa komponen-komponen sistem saling terkonseksi, langsung
maupun tak langsung, dengan hubungan fungsional yang bersifat interdependensi.
Ciri dari koneksi yang bersifat interdependensi ialah adanya hubungan
timbal-balik, dua arah. Ciri ini ada di dalam sistem agribisnis yang memiliki
arus sirkuler dua arah, yaitu arus masa dari sistem kepada konsumen, dan kebalikannya
arus pendapatan dari konsumen ke dalam sistem.
Performa
(atau kinerja) sebuah sistem merupakan resultan dari kinerja seluruh sistem
secara bersama-sama, meskipun setiap komponen memerankan fungsi yang
berbeda-beda. Dengan kata lain, apabila kinerja salah satu komponen sistem
tidak optimal, kinerja seluruh sistem tidak akan maksimal. Demikian pengertian
tentang dalil kinerja sistem agribisnis.
Dalil Kinerja Sistem Agribisnis
“Kinerja sistem agribisnis adalah resultan dari kinerja
seluruh komponen sistem secara bersama-sama.”
Landasan ilmiah dari dalil sistem
agribisnis ialah bahwa secara esensial sistem agribisnis identik dengan fungsi
produksi. Tugas sebuah fungsi produksi ialah mentransformasi input-input
menjadi output. Demikian pula halnya dengan fungsi sistem agribisnis, bukan
proses perpindahan barang secara spasial, melainkan sebuah proses transformasi
input-input di dalam sistem menjadi output. Singkatnya, produk agribisnis ialah
hasil transformasi input-input, fisik dan non-fisik, yang secara teknis
berlangsung di dalam semua komponen sistem, baik secara sendiri-sendiri maupun
besama-sama[1].
Konsep
agribisnis sebagai sistem dan dalil kinerja sistem agribisnis memberikan
kerangka pikir yang berguna dalam analisis kinerja sistem agribisnis. Dengan
kerangka pikir ini, sebagai contoh, persoalan daya saing produk lebih mudah
dipahami. Berikut beberapa contoh kasus persoalan daya saing produk.
Belakangan
ini, impor biji pala dunia dari Indonesia oleh negara-negara di Eropa mengalami
penurunan tajam. Salah satu faktor yang dikeluhkan oleh konsumen pala di luar
negeri ialah bahwa biji pala yang dieskpor dari Indonesia mengandung alftoxin
yang berpengaruh buruk terhadap kesehatan apabila tekonsumsi manusia. Alfatoxin
dihasilkan oleh jamur Aspergillus
yang banya dijumpai di alam. Kontaminasi awal jamur ini pada biji pala ialah
pada tahap pasca panen. Pengeringan yang kurang baik mengakibatkan perkembangan
jamur tidak dapat ditekan. Satu saja biji pala yang terkontaminasi, seluruh
biji dapat dijangkiti, baik masih dalam lingkup usahatani (komponen agriproduksi)
sampai pada penyimpanan selama transportasi (komponen agriniaga).
Di
seputar akhir tahun 1990an, eksportir Sulawesi Utara merintis ekspor kentang ke
Philipina. Produk kentang berasal dari sentra produksi hortikultura terbesar di
Sulawesi Utara, Modoinding, yang konon merupakan salah satu penghasil kentang
terbaik di Indonesia. Pengiriman kentang berlangsung hanya tiga kali, sesudah
itu terhenti sampai sekarang. Penyebabnya, eksportir mengalami kerugian karena volume
produk rusak selama perjalanan sangat besar, akibat pengepakan yang kurang
baik. Kegiatan produksi kentang di taraf agriproduksi (usahatani) berlangsung
baik, tetapi kinerja sistem agribisnis kentang rendah karena penyelenggaraan
fungsi pemasaran (agriniaga) tidak optimal.
Struktur
perekonomian dalam sistem agribisnis dan potensi pengembangan ekonomi nasional dapat
digambarkan sebagai berikut. Data BPS memperlihatkan bahwa populasi UMKM di
Indonesia adalah terbesar (99 persen). Dari populasi tersebut, belum diketahui
berapa persen UMKM yang menggeluti agribisnis; tetapi dari observasi
sehari-hari di lingkungan manapun di negeri ini, boleh diperkirakan bahwa populasi
UMKM agribisnis tidak kurang dari 80 persen. Angka ini menunjukkan betapa besar
potensi pertumbuhan ekonomi yang berbasis agribisnis kerakyatan seandainya
dapat dirumuskan kebijakan yang tepat.
Untuk
kepentingan analisis dan perumusan kebijakan pengembangan agribisnis yang
tepat, struktur ekonomi sistem agribisnis perlu dipetakan dengan kerangka pikir
sistem agribisnis, sebagai berikut. Komponen agriproduksi (pertanian,
peternakan, perikanan) masih diisi oleh lebih daripada 40 persen petani dan
nelayan. Di dalam industri pengolahan, sebagian besar diisi oleh pengusaha
agriindustri hilir skala kecil; dalam komponen agriniaga, kemungkinan besar
populasi terbesarnya adalah pedagang informal (kaki lima), sementara pedagangan formal relatif kecil populasinya
tetapi menguasai pangsa pasar terbesar.
Di
sektor perkebunan, khususnya tanaman kelapa dan sawit, unit usaha tanaman
kelapa diperkirakan jumlahnya terbesar dibandingkan dengan jumlah unit usaha
perkebunan sawit. Dengan kata lain, efisiensi agriproduksi sistem agribisnis
sawit lebih tinggi daripada pada sistem agribisnis kelapa. Volume produksi per
satuan unit usaha jelas berbeda, dan struktur pemilikan seperti ini menempatkan
petani kelapa pada posisi daya tawar yang rendah. Membanjirnya produksi minyak
sawit di pasaran berpotensi “mengalahkan” produk kelapa dalam kompetisi antara
produk-produk substitut tersebut[2].
*)Diangkat dari buku ajar: “Agribisnis: Konsep Dasar dan Perspektif Pengembangan”. Prodi Agribisnis, Fak. Pertanian Unsrat 2004, disusun oleh Jen Tatuh.
*)Diangkat dari buku ajar: “Agribisnis: Konsep Dasar dan Perspektif Pengembangan”. Prodi Agribisnis, Fak. Pertanian Unsrat 2004, disusun oleh Jen Tatuh.
Riferensi
Davis, John H., Ray A. Goldberg. 1957. A Concept of Agribusiness. Harvard
Business School, Boston.
Ricketts, Cliff., Omri Rawlins. 2001. Introduction to Agribusiness. Delmar,
Thomson Learning. US.
Saragih, Bungaran. 2001. Kumpulan Pemikiran Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi berbasis
Pertanian. Pustaka Wisuda Muda.
Tatuh, Jen., Hanny Anapu. 2000. Tentang Sistem Agribisnis. Dalam Djohan
D., dan Bayu Krisnamurthi (Ed). Membangun Koperasi Pertaninian Berbasis
Anggota. LSP2I, Jakarta.
_________. 1997. Menggalang Sinergi Sistem Agribisnis: suatu Tinjauan Institusional. Makalah disajikan dalam Semiloka
‘Pengembangan Agroindustri’ Februari 1997, PERHEPI Sulawesi Utara.
Timka, Joseph J., Robert J. Birkenholz.
1984. Introduction to Agribusiness Unit.
Columbia.
[1]Contoh transformasi input menjadi output yang
melibatkan dua komponen ialah benih dalam komponen agriindustri hulu dan
teknologi dalam agriservis.
[2]Untuk
contoh lain aplikasi kerangka pikir sistem agribisnis, lihat Tatuh, Jen. 2010. Mengangkat Ekonomi Petani melalui
Pengembangan Sistem Agribisnis. Dalam Krisnamurthi, B., R. Pambudy,
Frans BM Dabukke (Ed). Refleksi Agribisnis: 65 Tahun Profesor Bungaran Saragih.
IPB Press.
izin copy
ReplyDelete