Monday, September 10, 2012

Nilai Tambah Sistem Agribisnis



Agriindustri Hilir disebut sebagai added value generator. Mengapa?*
Di dalam tulisan tentang agribisnis sebagai aistem, telah dikemukakan bahwa komponen-komponen sistem saling terkonseksi, langsung maupun tak langsung, dengan hubungan fungsional yang bersifat interdependensi. Ciri dari koneksi yang bersifat interdependensi ialah adanya hubungan timbal-balik, dua arah. Ciri ini ada di dalam sistem agribisnis yang memiliki arus sirkuler dua arah, yaitu arus masa dari sistem kepada konsumen, dan kebalikannya arus pendapatan dari konsumen ke dalam sistem.
Performa (atau kinerja) sebuah sistem merupakan resultan dari kinerja seluruh sistem secara bersama-sama, meskipun setiap komponen memerankan fungsi yang berbeda-beda. Dengan kata lain, apabila kinerja salah satu komponen sistem tidak optimal, kinerja seluruh sistem tidak akan maksimal. Demikian pengertian tentang dalil kinerja sistem agribisnis.
Dalil Kinerja Sistem Agribisnis

Kinerja sistem agribisnis adalah resultan dari kinerja
s
eluruh komponen sistem secara bersama-sama.

Landasan ilmiah dari dalil sistem agribisnis ialah bahwa secara esensial sistem agribisnis identik dengan fungsi produksi. Tugas sebuah fungsi produksi ialah mentransformasi input-input menjadi output. Demikian pula halnya dengan fungsi sistem agribisnis, bukan proses perpindahan barang secara spasial, melainkan sebuah proses transformasi input-input di dalam sistem menjadi output. Singkatnya, produk agribisnis ialah hasil transformasi input-input, fisik dan non-fisik, yang secara teknis berlangsung di dalam semua komponen sistem, baik secara sendiri-sendiri maupun besama-sama[1].
Konsep agribisnis sebagai sistem dan dalil kinerja sistem agribisnis memberikan kerangka pikir yang berguna dalam analisis kinerja sistem agribisnis. Dengan kerangka pikir ini, sebagai contoh, persoalan daya saing produk lebih mudah dipahami. Berikut beberapa contoh kasus persoalan daya saing produk.
Belakangan ini, impor biji pala dunia dari Indonesia oleh negara-negara di Eropa mengalami penurunan tajam. Salah satu faktor yang dikeluhkan oleh konsumen pala di luar negeri ialah bahwa biji pala yang dieskpor dari Indonesia mengandung alftoxin yang berpengaruh buruk terhadap kesehatan apabila tekonsumsi manusia. Alfatoxin dihasilkan oleh jamur Aspergillus yang banya dijumpai di alam. Kontaminasi awal jamur ini pada biji pala ialah pada tahap pasca panen. Pengeringan yang kurang baik mengakibatkan perkembangan jamur tidak dapat ditekan. Satu saja biji pala yang terkontaminasi, seluruh biji dapat dijangkiti, baik masih dalam lingkup usahatani (komponen agriproduksi) sampai pada penyimpanan selama transportasi (komponen agriniaga).
Di seputar akhir tahun 1990an, eksportir Sulawesi Utara merintis ekspor kentang ke Philipina. Produk kentang berasal dari sentra produksi hortikultura terbesar di Sulawesi Utara, Modoinding, yang konon merupakan salah satu penghasil kentang terbaik di Indonesia. Pengiriman kentang berlangsung hanya tiga kali, sesudah itu terhenti sampai sekarang. Penyebabnya, eksportir mengalami kerugian karena volume produk rusak selama perjalanan sangat besar, akibat pengepakan yang kurang baik. Kegiatan produksi kentang di taraf agriproduksi (usahatani) berlangsung baik, tetapi kinerja sistem agribisnis kentang rendah karena penyelenggaraan fungsi pemasaran (agriniaga) tidak optimal.
Struktur perekonomian dalam sistem agribisnis dan potensi pengembangan ekonomi nasional dapat digambarkan sebagai berikut. Data BPS memperlihatkan bahwa populasi UMKM di Indonesia adalah terbesar (99 persen). Dari populasi tersebut, belum diketahui berapa persen UMKM yang menggeluti agribisnis; tetapi dari observasi sehari-hari di lingkungan manapun di negeri ini, boleh diperkirakan bahwa populasi UMKM agribisnis tidak kurang dari 80 persen. Angka ini menunjukkan betapa besar potensi pertumbuhan ekonomi yang berbasis agribisnis kerakyatan seandainya dapat dirumuskan kebijakan yang tepat.
Untuk kepentingan analisis dan perumusan kebijakan pengembangan agribisnis yang tepat, struktur ekonomi sistem agribisnis perlu dipetakan dengan kerangka pikir sistem agribisnis, sebagai berikut. Komponen agriproduksi (pertanian, peternakan, perikanan) masih diisi oleh lebih daripada 40 persen petani dan nelayan. Di dalam industri pengolahan, sebagian besar diisi oleh pengusaha agriindustri hilir skala kecil; dalam komponen agriniaga, kemungkinan besar populasi terbesarnya adalah pedagang informal (kaki lima), sementara pedagangan formal relatif kecil populasinya tetapi menguasai pangsa pasar terbesar.
Di sektor perkebunan, khususnya tanaman kelapa dan sawit, unit usaha tanaman kelapa diperkirakan jumlahnya terbesar dibandingkan dengan jumlah unit usaha perkebunan sawit. Dengan kata lain, efisiensi agriproduksi sistem agribisnis sawit lebih tinggi daripada pada sistem agribisnis kelapa. Volume produksi per satuan unit usaha jelas berbeda, dan struktur pemilikan seperti ini menempatkan petani kelapa pada posisi daya tawar yang rendah. Membanjirnya produksi minyak sawit di pasaran berpotensi “mengalahkan” produk kelapa dalam kompetisi antara produk-produk substitut tersebut[2].

*)Diangkat dari buku ajar:  Agribisnis:  Konsep Dasar dan Perspektif Pengembangan”. Prodi Agribisnis, Fak. Pertanian Unsrat 2004, disusun oleh Jen Tatuh.
Riferensi
Davis, John H., Ray A. Goldberg. 1957. A Concept of Agribusiness. Harvard Business School, Boston.
Ricketts, Cliff., Omri Rawlins. 2001. Introduction to Agribusiness. Delmar, Thomson Learning. US.
Saragih, Bungaran. 2001. Kumpulan Pemikiran Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi berbasis Pertanian. Pustaka Wisuda Muda.
Tatuh, Jen., Hanny Anapu. 2000. Tentang Sistem Agribisnis. Dalam Djohan D., dan Bayu Krisnamurthi (Ed). Membangun Koperasi Pertaninian Berbasis Anggota. LSP2I, Jakarta.
_________. 1997. Menggalang Sinergi Sistem Agribisnis: suatu Tinjauan Institusional. Makalah disajikan dalam Semiloka ‘Pengembangan Agroindustri’ Februari 1997, PERHEPI Sulawesi Utara.
Timka, Joseph J., Robert J. Birkenholz. 1984. Introduction to Agribusiness Unit. Columbia.


[1]Contoh transformasi input menjadi output yang melibatkan dua komponen ialah benih dalam komponen agriindustri hulu dan teknologi dalam agriservis.
[2]Untuk contoh lain aplikasi kerangka pikir sistem agribisnis, lihat Tatuh, Jen. 2010. Mengangkat Ekonomi Petani melalui Pengembangan Sistem Agribisnis. Dalam Krisnamurthi, B., R. Pambudy, Frans BM Dabukke (Ed). Refleksi Agribisnis: 65 Tahun Profesor Bungaran Saragih. IPB Press.

1 comment:

Tulislah diskusi, pendapat, komentar, atau pertanyaan Anda di dalam kotak di bawah ini. Please do it wisely! Thanks